Sebuah percakapan di pagi yang sangat cerah di musim (yang sering terlalu) panas ini dengan seorang kenalan.
Ia adalah seorang ibu separuh baya dari Romania yg telah berpuluh tahun hidup disini. Jadwal bus yg sama tiap pagi mengawali perkenalan kami. Pada jam yg sama ia harus mengawali kerjanya di rumah sakit panti jompo beberapa meter dari kampusku. Dan semenjak ritual pertukaran senyum kami setiap pagi kuakhiri dengan sebuah perkenalan nekat dengan bahasa itali seadanya, pagi kami, ketika kami beruntung dapat bertemu, selalu dihiasi dengan percakapan pendek pengisi waktu.
Pagi ini topik kami adalah mengenai liburan musim panas.
Setelah 4 tahun lamanya tak pulang, tahun ini ia akan mengambil 2 minggu libur untuk menjenguk ibunya, dan tinggal di rumah putrinya yg sudah berkeluarga di Romania.
Komentarku mengenai kawan apartemen lamaku dulu dari Romania yg selalu berbekal daging awetan khas Romania membuatnya bercerita mengenai kecintaannya pada makanan Romania. Ia bercerita tentang betapa semua jauh lebih bercitarasa, segar, dan lebih segala-galanya dibanding Italia; suatu hal yang mengejutkan bagiku yg sangat terbiasa mendengar betapa orang menyanjung-nyanjung semua hasil bumi dan makanan Italia. Ia bercerita tentang rasa tomat yg segar, yang tidak dipanen pada malam hari sebagaimana di Italia. Tentang makanannya yang jauh lebih bercita rasa dan membuatnya amat sulit beradaptasi pada masa awal ia memulai hidup di Italia. Tentang semua hal yg lebih baik kecuali nomimal pendapatan dari pekerjaan disana... hal yang membuat ia sekeluarga memutuskan berpindah ke Italia.
Dan aku terkenang pada tanah airku, yang dalam hal kuliner sangat kubanggakan tiada tara. Akan tetapi menurutku adalah lumrah kuliner Indonesia kuanggap juara dibanding Italia. Dengan segala kekayaan rempah dan hasil bumi Indonesia, yg juga membuat kita terjajah, adalah sewajarnya kita memiliki budaya kuliner yang jauh lebih beragam dibanding negara-negara Eropa.
Oleh karena itu klaim ibu itu mengenai superioritas kuliner Romania, yg notabene negara Eropa juga, kuiyakan dengan skeptisme...
Akan tetapi kemudian kusadari...
Tanah air, bagi setiap orang memiliki romantisme tersendiri.
Rasa tomat Romania mungkin tidak sebanding dengan rasa tomat Roma bila diujikan pada panel internasional. Mengingat tomat Italia, khususnya San Marzano sering sekali disebut-sebut sebagai tomat terbaik di dunia.
Walaupun, boleh jadi, tomat Romania memang benar jauh lebih enak, hanya belum banyak yg mengetahuinya.
Apapun itu... rasa adalah hal yang subjektif.
Dan rasa tomat Romania bagi ibu itu telah dibalut dengan semua nostalgia dan kenangan mengenai tanah airnya, tentu saja tak mungkin ditandingi tomat terbaik dari Roma pun.
Bagiku pun... tidak ada makanan Itali yang bisa kukatakan paling enak. Bahkan juga makanan Indonesia. Karena yg paling enak adalah makanan (buatan) ibuku, apalagi yg langsung disuapkan langsung dari tangannya ketika anak-anaknya yg sudah besar ini dengan manja menginterupsi sesi makan beliau. Rasanya... tak tertandingi :)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment