Sebelum punya anak saya pernah bertekad hanya akan memberi buku saja sebagai hadiah anak. Saya memang pencinta buku. Sejak kecil memori saya yang berkesan adalah dengan buku, bukan dengan mainan. Maka jadilah keponakan dan anak-anak sahabat selalu saya hadiahi buku.
Ketika putra saya, A, lahir ada berpuluh buku untuknya yang sudah dibacakan sejak ia dalam kandungan dan nol mainan. Mainan pertamanya adalah kerincingan monyet yang dibelikan ibu saya ketika beliau datang menengok kami sebulan setelah A lahir.
Saya baru menyadari anak memerlukan bermain (selain dibacakan buku, dinyanyikan dan diajak berbicara) ketika kami mulai pergi ke acara ibu dan anak. Disana saya mempelajari tentang Montessori treasure basket untuk merangsang anak mengesplorasi sekitarnya. Konsep Montessori ini menekankan penggunaan benda yang ditemukan sehari-hari. Jadilah anak saya bermain-main dengan sponge mandi, sendok kayu, dan pita. Ibu saya pernah mengomentari (dengan setengah prihatin mungkin), "Wah, A mainannya pita terus".
Alhamdulillah rasa antipati saya terhadap mainan pelan-pelan mencair setelah membaca berbagai sumber bahwa anak-anak belajar melalui bermain. Ternyata bukan cuma dari buku saja
.Maka saya lalu meriset mainan-mainan edukatif apa yang diperlukan sesuai perkembangan umur anak. Setiap ada sale seperti Amazon prime day dan black Friday, atau ketika suami bertugas ke luar negeri, sibuklah saya berburu mainan-mainan yang direkomendasikan.
Dengan metode belanja aji mumpung itu kami jadi punya stok mainan di rumah. Kami menghadiahkannya pada A ketika Idul Fitri, Idul Adha, ulang tahunnya dan juga sebagai apresiasi prestasinya, ketika ia setuju disapih, atau berhasil menyelesaikan iqro misalnya.
Tanpa terasa tapi sistem hadiah mainan reward kami ini bergeser ke ekstrim lain. Kadang ketika kami membujuk A untuk mau belajar sesuatu A lalu akan bertanya: "Nanti dapat hadiah ngga?"
Maka berkonsultasilah saya pada ahlinya: ibu saya.
Dan berikut point-point yang diajarkan ibu:
- Hadiah bukan diberikan untuk sesuatu yang rutin. Ibu saya memang dari dulu tidak pernah merayakan ulang tahun, apalagi memberi hadiah ulang tahun.
- Apabila akan memberikan hadiah untuk mengapresiasi usaha anak melakukan sesuatu maka diberikan langsung saja setelah selesai tanpa memberi tahu dulu nanti akan dapat apa. So, no more bribing!
- Mainan diberikan sesuai keperluan anak.
- Lebih baik mengaitkan reward dengan sesuatu yang emosional seperti perasaan self accomplishment.
- Latih anak bersyukur dan merawat mainan yang ada. Kami terbiasa memperbaiki mainan yang rusak dengan Scotch-tape / selotip, sampai anak kedua saya mengira semua bisa diperbaiki dengan "scotch".
- Apabila anak meminta suatu mainan tertentu ajarkan bedanya kebutuhan dan keinginan. Lalu ajak ia untuk menabung untuk keinginannya. Biarkan ia menabung sebisanya. Nanti tentukan kapan tabungannya akan dibuka dan kita bisa menambahi kekurangannya.
- Asosiasikan kebahagiaan dgn hal yang immaterial seperti kebersamaan, pelukan, dan pujian.
- Tekankan pada kualitas bukan kuantitas. Studi juga menemukan anak kurang bisa berkonsentrasi lama bila ada terlalu banyak mainan. Maka isi lemari mainan anak secukupnya saja, lalu secara berkala dirotasi. Pemilihan mainan diutamakan mainan yang open ended play.
- Dampingi anak bermain. Anak lebih menyukai menghabiskan waktu dengan orangtua bersama mainannya, bukan mainannya itu sendiri
2 comments:
Noted Teteh, suka dengan tipsnya
Suka tips-tips dari Ibu nya teh, noted ya...
Post a Comment