Friday, July 30, 2021

Bhinneka Tunggal Ika

Jargon ini dulu pada pelajaran PMP, -yang lalu dinamakan PPkN-, jadi seperti sesuatu yang biasa saja. Taken for granted. Sebagaimana cantiknya gunung-gunung di Indonesia dan Italia baru terasa cantik sekali setelah tinggal di Belanda yang, blong, datar dari ujung ke ujung. Baru setelah tinggal di negara lain, bertemu teman-teman dari berbagai negara, saya memahami Indonesia sungguh sangat spesial dengan keragamannya.


Keragaman Bahasa

Iya, bahasa daerah di Indonesia buanyaaak sekali! Saya "korban"-nya. Karena tinggal berpindah-pindah, setiap kali pindah, pasti nilai bahasa daerah saya jadi merah! Lima, atau kadang-kadang enam kalau gurunya kasihan sama saya. Indah sekali dipampang dengan semua nilai matematika, IPA, dan lain-lain yang 8, 9 semua, biar saya ga sombong :D

Tentu saja, dari Jakarta, ke Makassar yang harus belajar aksara lontara, ke Bandung, lalu ke Jogja belajar honocoroko. Saya kecil terpontang-panting berusaha mengerti bahasa-bahasa yang beragam ini.

Saya lupa mensyukuri bahasa Indonesia. Meski logat saya selalu ditertawai karena berbeda dengan logat setempat, toh, semua mengerti bahasa Indonesia.


Saya terheran-heran melihat kawan-kawan saya dari India yang berbicara bahasa Inggris di antara mereka sendiri. Kawan kami yang dari utara India berbahasa Urdu, yang dari selatan India berbahasa Tamil, dan mereka saling tidak mengerti satu sama lain. Sehingga akhirnya mereka berbahasa Inggris di antara mereka, yang notabene bahasa penjajah mereka. Ternyata kata wiki memang mereka tidak memiliki bahasa nasional. Ah, keren sekali bahasa Indonesia yang mempersatukan seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke! Hih, bayangkan kalau kita malah jadi berbahasa Belanda. Ga sudi! (Kata saya yang sekarang malah terdampar di Belanda).


Keragaman agama


Waktu itu Lebaran, yang saya lewati bukan dengan makan ketupat tapi dengan mengikuti kelas summer school di pegunungan Perancis. Tentu saja tidak libur. Sambil lalu saya katakan pada kawan saya dari Denmark ketika kami break makan siang, betapa enaknya di Indonesia yang sedang libur sekarang. "Oh iya ya kalian negara muslim", katanya. Saya bilang dengan santai, "Kita bukan negara muslim, kita libur juga di hari besar agama lain, kok."


Di luar dugaan, dia kaget sekali! "Apa? Semua hari raya agama? 6 agama???", katanya dengan lebih terkaget-kaget lagi ketika saya bilang jumlah agama yang diakui di Indonesia. Dia yang besar di Denmark cuma libur ketika hari raya Kristen. Itupun dia bilang sudah jarang orang yang mengamalkan agamanya. Cuma orang tua yang ke gereja, katanya. 


Maka kembali saya jatuh cinta pada Indonesia, yang mendukung semua agama berkembang dengan baik, menghargai semua agama sampai mengatur dengan undang-undang. Sering kita dengar betapa rebet-nya Indonesia yang menaruh agama di KTP. Hey, memangnya kamu lebih suka negaramu tutup mata dengan agama tapi menyamaratakan saja semua beragama Katolik sehingga cuma merayakan libur Katolik, misalnya seperti di Italia?



Keragaman Ras 


Ketika berbicara dengan kawan dari Malaysia, saya lupa apa topiknya, tak sengaja saya bilang, "You're Malaysian, right?". Ia lalu mengoreksi saya, "I'm Chinese". Saya bingung. Rupanya di Malaysia, yang ada ras Melayu, Cina dan Bengal itu, tidak politically correct kalau bilang dia orang Malaysia. Chinese-Malaysian lebih tepat untuk dia untuk membedakannya dengan orang melayu Malaysia. Rupanya ada kesenjangan antara kebijakan pemerintah untuk orang Melayu dengan yang lainnya, sehingga identitas dari ras mana itu penting! Eh, jadi meng-ghibah tetangga, deh. 


Bayangkan, kalau tiba-tiba saya bilang, "Saya, ni, Jawa-Indonesia, loh!". Yang ada semua cuma mengerutkan kening, "Ya, terus kenapa?"


Alhamdulillah, Indonesia, -yang jenis ras dan suku-nya tak terhitung ini-, semua dengan tenang bisa disebut sebagai orang Indonesia. Paling-paling ketahuan suku-nya kalau mulai bicara keluar medok-nya, atau diakhiri dengan "ki", "mi" atau diakhiri dengan kata hewan, hahaha.



Sungguh, Indonesia, yang bhinneka tunggal ika, adalah negaraku tercinta. Walau nilai bahasa Indonesiaku seringnya mentok di angka 7 tapi Indonesia kusayang dan kubanggakan sampai ujung dunia!!


1 comment:

sheetavia said...

Tulisan yang sangat bagus sekali teteh
Tulisan seperti ini hanya bisa diramu orang yang sudah banyak makan asam garam pengalaman pindah-pindahnya

dan saya sendiri masih "iri" sekali dengan banyaknya pengalaman teteh